Senin, 26 Oktober 2015

Melati Jasmine (Sebuah Cerpen Tentang Kesetiaan)

Judul: Melati Jasmine
Oleh: Ayah Raziq


Waktu terus berlalu
tanpa kusadari yang ada hanya aku dan kenangan
masih terlihat jelas
senyum terakhir yang kau beri untukku.


---
Gadis kecilku berlarian indah mengitari taman, mengejar kupu-kupu. Gaunnya putih, senada dengan melati yang ada di sekitarnya. Taman sederhana halaman rumah kami, sebagian besar ditumbuhi melati.

"Mel, hati-hati ya, Sayang ...!"

"Iya, Ayah." Ia menoleh ke arahku yang tengah duduk di bangku teras lalu tersenyum indah yang tak terlukiskan. Itu senyum ibunya, persis sekali. Aku tertegun, ingatan tentang Almarhum ibunya membuat genangan di mataku.


***
Petir bersahutan, hujan semakin lebat, namun aku terus melaju menembus hujan dan genangan air di jalanan. Di balik helm, fikiranku kalut. Bos perusahaan tempatku bekerja tertangkap tangan melakukan penyuapan terhadap oknum pejabat di lingkungan Dinas PU untuk memuluskan proyeknya. Sialnya, aku adalah orang yang mempertemukan dan memperkenalkan mereka beberapa hari sebelumnya. Kedekatan antara aku dan keduanya, membuat namaku mau tak mau dilibatkan dalam hal ini. Kabar terakhir yang kuterima, KPK telah menggeledah kantor kami dan mencariku untuk dimintai keterangan segera setelah kami semua para karyawan, memutuskan untuk pulang dan berhenti bekerja.



"Abang ..., kenapa pulangnya cepat? Kenapa ga nunggu hujan reda? Lihat ni, semua basah kuyup begini!"

Aku diam saja mendengar pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan isteriku, ia dengan cekatan membuka jaket yang sudah kuyup dari tubuhku lalu bergegas mengambil handuk dari kamar. "Ada yang ga beres ya, Bang?" Ia menatap mataku dalam sekali seolah menyadari ada yang salah dengan fikiranku saat ini. Ahh tatapan itu ....

"Kantor kita bubar, Sayang. Pak Cipto tadi ditangkap KPK." Aku hanya mematung bergerak sesuai perintahnya, sementara ia dengan gesit menyeka tubuhku dengan handuk.

"Mandi dulu ya, Bang! segera aku siapin air panas buat, Abang." Ia menyeret lenganku menuju kamar mandi yang berdekatan dengan dapur, meyalakan kompor untuk memanaskan air lalu membantuku melepaskan pakaian yang tersisa. Semua dilakukannya dengan senyum.


***
"Abang yang tenang ya! Aku percaya abang ga mungkin terlibat urusan yang begini ini," ujarnya sambil menyodorkan segelas teh melati. Lagi-lagi melati, yang membuat hidupku begitu indah.

"Terima kasih, Sayang! Tak tahu apa jadinya aku tanpamu."

"Hey, calon bapak anakku tidak boleh lemah begitu." Tanganku ia raih lalu diusapkan ke perut buncitnya, "tegarlah, Bang ... demi anak kita."

Sirine mobil kepolisian terdengar dari arah luar. Air mataku menetes, bukan takut, tapi sedih karena harus meninggalkan Jasmine, isteriku. Entah untuk beberapa lama, sementara kandungannya tinggal menunggu hari.
Jasmine memelukku erat, seperti membaca kegelisahan yang aku hadapi.

"Hadapi saja dulu, Bang! InsyaAllah semua akan baik-baik saja." Tak ada perubahan dari raut wajahnya, begitu lembut dan meneduhkan.

Polisi dan KPK akhirnya membawaku untuk dimintai keterangan dan ditahan.


---
Hanya dirimu yang pernah
tenangkan 'ku dalam pelukmu
saatku menangis.


***
Setelah cukup memberikan keterangan dan keterlibatan atas kasus ini juga tak terbukti. Pihak KPK akhirnya membebaskanku seiring kabar yang kuterima bahwa Jasmine sudah berada di rumah sakit, ia terjatuh di kamar mandi dan mengalami pendarahan hebat. Operasi harus dilaksanakan, janin dari rahim isteriku harus dikeluarkan untuk menyelamatkan nyawa keduanya.

Aku tiba di rumah sakit saat operasi tengah berlangsung. Kecamuk di dada semakin menjadi-jadi, terlebih lagi mengahadapi kenyataan bahwa aku tidak diijinkan mendampingi Jasmine selama proses operasi.

"Anda suaminya Ibu Jasmine?" tanya salah seorang perawat padaku.

"Benar, Sus ..., b-bagaimana keadaan isteri dan dan anak saya?"

"Anak bapak selamat, karena lahir lebih cepat dari semestinya, sekarang dia dirawat di ruang inkubasi. Isteri bapak sekarang masih koma. Mohon bersabar menunggu informasi dari kami selanjutnya."
Bagai dihantam ribuan ton pemberat, seketika lututku lunglai menyentuh lantai tanpa tahu harus berbuat apa.


***
"Bang ...," lirih suara Jasmine saat tersadar dari koma.

"Iya, Sayang." Tangannya aku genggam, seakan tak ingin kulepaskan. Ia tersenyum, lagi-lagi tersenyum.

"Bagaimana anak kita, Bang?"

"Dia cantik, Sayang. Persis seperti kamu."

"Alhamdulillah ..., rawat dia, Bang. Maafkan aku ... aku mungkin ga bisa menemanimu membesarkannya."

"Jasmine sayang, jangan bicara seperti itu ...! Kamu ga boleh bicara seperti itu." Untuk terakhir kali ini aku melihat senyumnya, sebelum matanya menutup dan tak pernah terbuka lagi.

"Jasmiiiiiiinnnnneeeeee." Tak kuasa kutahan teriakan dan tangis mengiringi kepergian Jasmine, melatiku. Menggema ke sekeliling ruang rumah sakit.


***
Sepasang mata masih terpaku pada gerak-gerik lincah bidadari bergaun putih itu. Riangnya begitu indah, dialah duniaku saat ini.

Gerakan indah berlariannya terhenti ketika ia tersandung sebuah akar pohon dan terjatuh. Aku seketika berlari kearahnya.

"Ayah kan tadi sudah bilang, Sayang. Kamu hati-hati!" Ada goresan di lengan kirinya, setelah aku perhatikan. Sedikit berdarah tapi dia tak menangis.

"Melati ga apa-apa kok, Yah ..., Ayah tenang aja." Ia tersenyum, senyum indah Jasmine yang masih kuingat jelas, berdiri lalu berlari riang lagi ...

Itu Melatiku, ada Jasmine pada dirinya.

---
Bila aku, harus mencintai dan berbagi hati
itu hanya denganmu
dan bila harus tanpa dirimu
akan tetap kulalui hidup tanpa bercinta.
(end)

Lirik Lagu: Elemen
Judul: Rahasia Hati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar