Jumat, 09 Oktober 2015

WALET JAMBRET (Ketika Dunia Tak Adil)



WALET JAMBRET
Ayah Raziq

Siang di depan sebuah SPBU, di persimpangan jalan lintas sumatera saat mentari sapa dunia dengan terik. Sorang pengemis pincang berjalan gontai menjinjing sebuah buntalan yang isinya masih tanda tanya, pakaiannya lusuh, tatapan datar, kosong, seakan tak peduli betapa indah pajangan isi ruko-ruko yang dilewatinya. Akh mungkin dia memang membuang kepedulian untuk itu. Satu hal yang dipedulikannya adalah ketika seorang gadis kecil menghampiri dan memberikan lembaran uang yang entah berapa jumlahnya. Indah sekali pemandangan itu, Si gadis lalu berlari kecil kearah ibunya yang baru keluar dari sebuah TOSERBA, mungkin baru selesai membeli sesuatu, si gadis tersenyum ramah dengan sedikit lesung pipit di pipi kirinya, pengemis pincang juga tersenyum sambil mulut bergerak naik turun, berterima kasih mungkin atau berdo'a entahlah.



Sementara mentari masih terlalu terik hari ini sampai seorang pegawai SPBU terlihat meneguk air cukup banyak dari botol air mineral lalu menyeka keringat dengan lengan baju seragam merahnya. Yang lebih membuat suasana siang ini semakin gerah adalah suara-suara berisik ratusan mungkin ribuan burung walet, ya, deretan ruko di depan SPBU ini memang dipenuhi dengan penangkaran burung walet oleh pemilik ruko dilantai paling atas, entah sebagai sampingan atau penghasilan utama. Lalu lintas mobil, sapeda motor, truk-truk dengan muatan super berat ala lintas sumatra semakin menambah gerahnya suasana siang ini.
Aku sudah biasa dengan rutinitas di sini begitulah adanya, setidaknya beberapa detik sebelum sebuah kendaraan roda dua melintas dengan pelan keluar dari sebuah gang yang dinaiki 2 orang berboncengan, gadis kecil dan ibunya yang menyandang sebuah tas berwarna merah jambu pun sepertinya hendak menyebrangi jalan, pangemis pincang tetap dengan tatapan kosong melangkah setapak demi setapak. Tidak perlu waktu lama tas berwarna merah jambu yang disandang ibu gadis manis tadi berpindah tangan, pengendara sepeda motor yang tadi melaju pelan berhasil merampas kepemilikan orang lain ke tangan mereka, lalu melaju kencang. Pekik sang ibu pecah, pengemis pincang terganggu, lalu menoleh. Naluri manusiawinya keluar, berusaha halangi laju sepeda motor dengan cc tinggi walau kemudian terpental tepat di depan bumper sebuah truck container.


Darah berserakan, pekik dan jerit menggema, pengendara motor melaju menang, langit seketika kelabu.
Burung-burung walet tetap asik dengan kicauannya yang kali ini malah terdengar menyeramkan, pengemis pincang terlihat sudah tak berdaya di kolong truk raksasa, dia sudah tak bernyawa. Buntalannya terlempar dan terbuka, gadis kecil tadi menangis sejadi-jadinya di pelukan ibunya yang juga bingung harus berbuat apa.
Seketika keramaian tercipta dengan ngeri.


Aku yang tak bernyali melihat mayat coba mendekati dan melihat isi buntalan pengemis pincang, isinya ternyata cuma beberapa helai kain yang juga kusam tapi ada yg menarik perhatianku, selembar foto, ya selembar foto, lalu ku perhatikan dengan seksama dan betapa semua bulu halus di tubuhku berdiri tegak, gambarnya seorang gadis kecil seusia dengan gadis kecil yang memberi lembaran uang kepadanya.
Aku melirik ke arah gadis kecil tadi yang masih menangis dipelukan ibunya.
Ingin berteriak tapi tercekat..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar