Jumat, 18 September 2015

Berandal Malam


Ini duniaku, dimana ramah adalah sampah. Adzan isya' sudah pergi dari tadi, saatnya menunjukkan pada dunia bahwa aku ada.

Trotoar ini tak pernah bosan ditapaki jejakku, jejak penista. Di atas gelindingan roda sana, napas-napas sesak menuju pulang, mungkin pulang. Di sisi lain kulihat pertokoan sudah tutup, mereka telah menyudahi cerita ini hari.

Ada tikus berlarian. Gerakannya lincah, lincah sekali. Tubuhnya gempal, perutnya buncit. Aku rasa mereka lebih lincah dan lebih buncit dari delapan tahun yang silam. Di sana ada kucing, tak bergeming, hanya memandang. Takut atau mungkin sang tikus sudah menyediakan makan malam buat mereka.


Beberapa langkah lagi terminal, tempat di mana aku biasa menghabiskan malam dengan berbotol-botol bir atau ganja bersama begundal-begundal tak ramah lainnya. Kami biasa berserapah, mencaci kehidupan, berontak dengan keadaan tanpa peduli apa itu kebenaran. Salahkan siapa?

Dunia kami berbatas tembok tinggi dengan dunia kalian di sana, itu pasti. Coba mengintip ke balik tembok, aku melihat kalian berselimut kemunafikan, bertopeng badut menggelikan, berdandan dusta. Aku juga mendengar kalian berserapah dengan santun, memaki dengan anggun. Sungguh aku jengah.

Hari sudah berganti ternyata, dingin mungkin tapi bergelas-gelas bir mampu mengusirnya. Ada bus antar kota masuk terminal, aku mendekati kondekturnya meminta rokok, mengintai mangsaku. Biasanya dia akan mengeluh tentang setoran, tentang penumpang, tentang solar, tentang dapur, tentang sekolah anaknya. Heh, orang baik yang bodoh, dia pikir pemabuk ini peduli, sementara "bapaknya" sendiri tiada peduli, tapi kali ini dia bilang ada kucing dalam busnya, aku setengah mabuk.

Ada wanita cantik turun dari bus sendirian, badannya seperti telanjang, entah apa gunanya berbaju? Aku tak peduli itu, yang aku peduli tas jinjingannya. Itu buruanku.

Ah, dia berteriak, itu sudah biasa dan aku terus berlari. Yang tak biasa kali ini adalah bunyi keras suara letusan serta benda tajam dan panas menembus kulitku. Aku terhenti dan menoleh, ternyata si Kucing memburuku, bangsat. Di kejauhan kulihat gerombolan tikus menertawaiku, perut mereka lebih buncit dari yang tadi aku lihat. Sebelum akhirnya semua berubah menjadi HITAM.

Riau
230515

Tidak ada komentar:

Posting Komentar