Senin, 28 September 2015

Anak Sampah (Cerpen)


"Eli anak sampaaahh ... Eli anak sampaahhh," ejekan kawan-kawan sekolah Eli membuat gadis kecil yang sedikit dekil itu menangis iba di bangku kelas.

"Bu guru datang woyy, duduk cepat, duduk!" Salah seorang murid berteriak.

"Pagi anak-anak," sapa Bu Risma yang dijawab serupa oleh murid-muridnya.

"Eli, kenapa kamu?" Sang Guru tergugah melihat Eli menangis di antara teman-temannya. Eli tak menjawab, ia malah berlari keluar kelas dan tak kembali.


***

"Kamu kok pulang, Nak? Kawan-kawanmu ngejahatin kamu lagi ya?" Warti turun dari gundukan sampah demi melihat puterinya pulang dengan kesedihan, "ayuk kita ke rumah dulu!" lanjut Warti sembari membimbing Eli menuju sebuah gubuk yang mereka namai rumah, tak jauh dari lokasi TPSA.

"Eli ga mau sekolah lagi, Buk." Rona kesedihan masih terpancar di wajah kecil nan ayu, yang terbias dekil itu.

"Terus kamu mau mulung juga kayak ibu dan bapak?" Warti tersenyum sambil membuka seragam Eli.

"Aku kan anak sampah, Buk. Biar aja aku berteman sama sampah-sampah itu."

"Kamu bukan anak sampah, Nak. Bukan anak sampah ..., Ibuk yang salah." Mata Warti berkaca-kaca mengingat suatu peristiwa masa lalu di mana sebuah keluarga bahagia dengan bayi cantik bercengkrama mesra.

"Ibuk kok nangis?" Eli keheranan.

Tok tok tok
"Assalamu'alaikum." Suara perempuan dan ketukan pintu membuyarkan keharuan mereka.

"Wa'alaikum salam." Warti menyapu pipi dan beranjak membuka pintu gubuknya.

"K-kamu ...?"

"B-Bu Risma ...?"

Kedua wanita itu nampak terpaku, Warti menangis lagi dan kali ini terdengar cukup keras lalu berlutut di kaki Bu Risma, guru di sekolah Eli.

"Maafkan saya, Bu ... maafkan saya telah merenggut kebahagiaan Ibuk dan Eli selama ini. Saya jahat, Buk." Tangisan Warti semakin keras, sementara mata Risma mulai berkaca melihat Eli yang berdiri di dalam rumah. Eli puteri kecilnya yang diculik seorang baby sitter tujuh tahun lalu.

"Eli ... anakku."

Riau
020815

Tidak ada komentar:

Posting Komentar